SEJARAH PENERAPAN TEKNOLOGI DALAM PERADABAN ISLAM
Di era keemasan
Islam, para cendekiawan Muslim telah mengelompokkan ilmu-ilmu yang
bersifat teknologis sebagai berikut; ilmu jenis-jenis bangunan, ilmu
optik, ilmu pembakaran cermin, ilmu tentang pusat gravitasi, ilmu
pengukuran dan pemetaan, ilmu tentang sungai dan kanal, ilmu jembatan,
ilmu tentang mesin kerek, ilmu tentang mesin-mesin militer serta ilmu
pencarian sumber air tersembunyi. Para penguasa dan masyarakat di zaman
kekhalifahan Islam menempatkan para rekayasawan (engineer) dalam posisi
yang tinggi dan terhormat. Mereka diberi gelar muhandis. Banyak di
antara ilmuwan Muslim, pada masa itu, yang juga merangkap sebagai
rekayasawan.
Al-Kindi, misalnya, selain dikenal sebagai fisikawan
dan ahli metalurgi adalah seorang rekayasawan. Selain itu, al-Razi juga
yang populer sebagai seorang ahli kimia juga berperan sebagai
rekayasawan. Al-Biruni yang masyhur sebagai seorang astronom dan
fisikawan juga seorang rekayasawan.
Selain itu, peradaban Islam
juga telah mengenal ilmu navigasi, ilmu tentang jam, ilmu tentang
timbangan dan pengkuran serta ilmu tentang alat-alat genial. Menurut
al-Hassan, teknik mesin dan teknik sipil yang digolongkan sebagai ilmu
matematika, bukan satu-satunya subyek teknologis yang dikelompokkan
sebagai sains. Para ilmuwan Muslim memberi perhatian pada semua jenis
pengetahuan praktis, mengklasifikasi ilmu-ilmu terapan dan subyek-subyek
teknologis berdampingan dengan telaah-telaah teoritis,” ungkap Ahmad Y
al-Hassan dan Donald R Hill dalam Islamic Technology: An Illustrated
History. Sejumlah kitab dan risalah yang ditulis para ilmuwan Muslim
tercatat telah mengklasifikasi ilmu-ilmu terapan dan teknologis. Menurut
al-Hassan, hal itu dapat dilihat dalam sederet buku atau kitab karya
cendikiawan Muslim, seperti; Mafatih al-Ulum, karya al-Khuwarizmi; Ihsa
al-Ulum (Penghitungan Ilmu-ilmu) karya al-Farabi, Kitab al-Najat, (Buku
Penyelamatan) karya Ibnu Sina dan buku-buku lainnya.
Para
rekayasawan Muslim telah berhasil membangun sederet karya besar dalam
bidang teknik sipil berupa; bendungan, jembatan, penerangan jalan umum,
irigasi, hingga gedung pencakar langit. Sejarah membuktikan, di era
keemasannya, peradaban Islam telah mampu membangun bendungan jembatan
(bridge dam). Bendung jembatan itu digunakan untuk menggerakkan roda air
yang bekerja dengan mekanisme peningkatan air. Bendungan jembatan
pertama dibangun di Dezful, Iran.
Bendung jembatan itu mampu
menggelontorkan 50 kubik air untuk menyuplai kebutuhan masyarakat Muslim
di kota itu. Setelah muncul di Dezful, Iran bendung jembatan juga
muncul di kota-kota lainnya di dunia Islam. Sehingga, masyarakat Muslim
pada masa itu tidak mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan air
bersih.
Selain itu, di era kekhalifahan para insinyur Muslim juga
sudah mampu membangun bendungan pengatur air diversion dam. Bendungan
ini digunakan untuk mengatur atau mengalihkan arus air. Bendungan
pengatur air itu pertama kali dibangun insinyur Muslim di Sungai Uzaym
yang terletak di Jabal Hamrin, Irak. Setelah itu, bendungan semacam itu
pun banyak dibangun di kota dan negeri lain di dunia Islam.
Pencapaian
lainnya yang berhasil ditorehkan insinyur Islam dalam bidang teknik
sipil adalah pembangunan penerangan jalan umum. Lampu penerangan jalan
umum pertama kali dibangun oleh kekhalifahan Islam, khususnya di
Cordoba. Pada masa kejayaannya, pada malam hari jalan-jalan yang mulus
di kota peradaban Muslim yang berada di benua Eropa itu bertaburkan
cahaya.
Selain dikenal bertabur cahaya di waktu malam, kota-kota
peradaban Islam pun dikenal sangat bersih. Ternyata, pada masa itu para
insinyur Muslim sudah mampu menciptakan sarana pengumpul sampah, berupa
kontainer. Sesuatu yang belum pernah ada dalam peradaban manusia
sebelumnya.
Sumber ( https://www.facebook.com/notes/asep-janim/islam-vs-teknologi/10151634708294973)